23/03/18

Bukti Iman Ketika di Jalan

Kedaulatan Rakyat, 23 Maret 2018.
Ada ungkapan yang berbunyi, “Bila engkau ingin tahu watak seseorang yang sebenarnya, lihatlah ketika ia berada atau saat berkendara di jalan.”

Jika diperhatikan dengan saksama, ungkapan tersebut benar juga. Betapa di jalan ada orang yang cenderung tidak mau mengalah, memotong jalan begitu saja tanpa berpikir keselamatan orang lain, tidak menaati rambu lalu lintas, atau langsung marah ketika kendaraannya tersenggol kendaraan orang lain.

Sebaliknya, ada juga orang yang sabar saat berada di jalan, berkendaraan dengan hati-hati, taat rambu lalu lintas, tidak parkir sembarangan, bahkan ketika kendaraannya tersenggol kendaraan orang lain pun tetap dihadapi dengan kepala dingin.

Di sinilah sesungguhnya orang yang beriman harus membuktikan keimanannya ketika berada di jalan. Orang yang beriman tidak hanya menunjukkan kepatuhannya dengan beribadah ketika berada di masjid, akan tetapi tetap menunjukkan bahwa ia adalah orang yang beriman saat berada di jalan.

Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda, “Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabangnya, yang paling tinggi adalah perkataan ‘Laa ilaaha illallaah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, cabang iman yang paling tinggi adalah tauhid. Inilah memang inti dari agama Islam, yakni mengesakan dan hanya menyembah serta tunduk kepada Allah Swt. Sedangkan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Cabang paling rendah di sini bukan bermakna bisa diabaikan, justru harus diperhatikan dengan baik. Sebab, untuk mencapai iman yang tinggi mesti dibangun dari yang bawah.

Menyingkirkan gangguang dari jalan bisa dipahami membuat jalan enak dilalui, tanpa gangguan, dan lancar. Sebagai pengguna jalan, hal ini tentu dapat kita lakukan dengan menaati rambu lalu lintas, berkendara dengan baik, mengutamakan keselamatan diri dan orang lain, dan segala tindakan yang baik di jalan lainnya.

Akhirnya, mari kita buktikan sebagai orang yang beriman saat berada atau berkendara di jalan.[]

Akhmad Muhaimin Azzet, S.Ag.
Kabid Pendidikan Yayasan Cinta Qur’an, Yogyakarta,
Ketua Takmir Masjid Al-Muhtadin, Purwomartani, Kalasan, Sleman.

------------
*) Tulisan ini dipublikasikan di Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat, Jumat Pahing, 23 Maret 2018, halaman 6.

11 komentar:

  1. Leres sanget Kang, prilaku seseorang ketika dijalan itulah cermin yang sebenarnya dari watak orang tersebut...manataaap

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Kang, dalam kenyataannya memang terbaca demikian, hehe. Makasih banyak ya telah singgah kemari.

      Hapus
  2. Di jaLan Raya watak seseorang akan teruji, apakah yang keluar watak yang baik ataupun sebaliknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, Kang Nata. Dengan watak dan sikap yang baik, semoga lancar dan selamat ya.

      Hapus
  3. bener banget mas satu ini, tulisannya selalu mengingatkan kita semua agar selalu mawas diri ketika berkendara,, ayo perkuat imann ! hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak ya, Mbak Vika Hamidah. Siap. Ayo perkuat iman.

      Hapus
  4. Kalau di Jakarta gimana jadinya yaa..hadeh jalanan maceet malah kadang parkir, enggak bergerak sama sekali. Iman bener-benar diuji nih..

    Suka sekali dengan ulasan ini, terima kasih sudah diingatkan Mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti jalanan di Jakarta termasuk arena ujian iman yang tidak mudah ya, Mbak Dian Restu Agustina.

      Sama-sama ya, Mbak, makasih juga atas kunjungannya.

      Hapus
  5. Setuju. Kadang tidak habis pikir dengan perilaku orang dijalan. Tidak ada tenggang rasa. Mau cepat tibadi tujuan. Yang macet tapi tetap menyerobot dari berbagai celah, atau yang menerobos lampu merah. Banyaklah contohnya.

    Tapi pernah ketika saya benar-benar kesulitan di jalan, lalu ada yang menolong, memberi jalan. Aduh rasanya senang, luar biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan demikian, saling tenggang rasa ketika di jalan tentu sangat dibutuhkan ya, Mbak Nur Rochma.

      Hapus