05/03/18

Mengembangkan Kecerdasan Intelektual Anak, Jangan Sampai Mengorbankan Kecerdasan Sosialnya

Bermain bersama teman-teman, betapa menyenangkan.
Pada suatu hari, saya yang mempunyai aktivitas memberikan les privat kepada anak sekolah ketika sore hari tidak bisa menemani belajar salah seorang anak karena ada keperluan, saya ingin meminta hari yang lain.

Apa jawaban sang anak?

Ternyata, dia sudah tidak mempunyai hari selain hari itu. Hari-hari yang lainnya dalam seminggu telah penuh dengan jadwal les privat.

Lantas, saya membatin, “Kalau begitu, kapan waktu bermainnya?”

Sebab, masa anak-anak adalah masa yang tidak boleh dihilangkan sama sekali dari dunia bermain. Apalagi, berkumpul dan berinteraksi dengan teman-teman sepergaulannya, yang sudah barang tentu akan berpengaruh kepada perkembangan jiwanya sebagai bagian dari makhluk sosial.

Kenyataan seorang anak yang disibukkan dengan seabrek aktivitas belajar, dengan menambah les pelajaran ini dan itu, memang bisa menggenjot kecerdasan intelektual anak-anak. Orangtua kebanyakan bangga akan hal ini karena anak-anaknya biasanya mengalami peningkatan nilai di sekolahnya. Namun, kenyataan yang harus juga kita perhatikan, ternyata ada kecerdasan lain yang dikorbankan, yakni kecerdasan sosial.

Gagap Kehidupan Sosial

Maka, tidak sedikit kita dapati di lingkungan sekitar kita, anak-anak yang mempunyai prestasi kecerdasan intelektual yang baik, ternyata ia sama sekali tidak mempunyai kemampuan bila diminta berkiprah di organisasi sosial, baik itu semacam karang taruna, remaja masjid, atau kelompok solidaritas tertentu. Inilah anak-anak yang cerdas secara intelektual, namun gagap dalam kehidupan sosialnya.

Padahal, kelak ketika ia telah menyelesaikan masa belajarnya, baik itu di sekolah maupun di kampus, mau tidak mau, sudah barang tentu ia akan hidup dan berinteraksi dengan orang lain; baik itu di lingkungan tempatnya bekerja maupun di tengah-tengah masyarakat.

Semoga tulisan pendek ini menjadi renungan bagi bagi kita selaku orangtua bagi anak-anak tercinta.[]

14 komentar:

  1. Anak saya seminggu dua kali lesnya, Mas..Hari lainnya kalau sore masih bisa bermain/bersepeda dengan anak tetangga. :)

    Ulasan yang bermanfaat..terima kasih sudah diingatkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip, Mbak Dian Restu Agustina. Ohya, sama-sama ya, Mbak, makasih juga telah singgah kemari.

      Hapus
  2. Anak-anak saya termasuk jarang ikut les. Kalau saat ini si bungsu ikut les, namun bukan les pelajaran sekolah, melainkan hobi (menggambar).
    Saya selalu memberikan waktu agar anak2 bisa bermain bersama teman-temannya. Termasuk dengan anak2 tetangga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali itu, Mbak Nur Rochma, jadi anak-anak juga punya waktu untuk bermain dengan teman-teman, termasuk di lingkungan tempat tinggal.

      Hapus
  3. Hiks, kok kayak disentil sayanya baca ini pak.

    Anak saya Senin-Jumat, masha Allah sibuknya.
    Saya sebagai emaknya jadi ikutan sibuk.

    Mulai pulang sekolah pukul 14.30 , langsung kerjain PR les, trus baca buku, sorenya mandi trus ngaji sampai lepas Isha, setelah itu makan, trus belajar lagi buat besok.

    Dia gak pernah main ama temennya di weekday karena selalu lupa waktu.
    Namun Alhamdulillah dia masih bisa nyuri-nyuri waktu buat interaksi ama temen anak tetangga, misal sore sebelum Magrib atau sesudah ngaji dan menanti sholat Isha di masjid.

    Sabtu Minggu juga jarang main ama tetangga, soalnya ortunya kebanyakan acara dan dia harus ikut.

    Tapi sisi baiknya dia sukaaaa banget semua kegiatan luar rumah, dia suka sekolah, suka les, suka ngaji di masjid padahal di sekolah juga udah ngaji.

    Soalnya kalau gak gitu gak bakalan ketemu temen.

    eh jadi curcol nih heheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika demikian, interaksi sosialnya telah terjalin dengan baik itu, Mbak Reyne Raea. Ketemu teman-teman di masjid tentu sangat penting bagi anak-anak. Makasih banyak ya, Mbak, telah berkenan berbagi di blog sederhana ini.

      Hapus
  4. jadi jangan biarkan anak-anak cerdas secara intelektual, namun gagap dalam kehidupan sosialnya.

    anak saya malah nggak saya kasih les diluar jam sekolah, krn jam sekolahnya secara psikis sudah sangat menguras

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan demikian, semoga kecerdasan yang dianugerahkan kepada anak-anak dapat dikembangkan dengan maksimal.

      Hapus
  5. Tulisan yang harus dibaca oleh orangtua yang hanya menginginkan anaknya cerdas akademik saja. Mungkin tak mengapa jika anaknya suka, tapi bagaimana bila sebenarnya ia terpaksa hanya karena tidak mau melawan kehendak orangtuanya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan demikian anak akan senang hati dalam menjalani proses belajar dalam hidupnya ya, Mbak Sitti Taslimah.

      Hapus
  6. Sekarang mah bukan hanya IQ hanya yang harus di asah, tapi masih ada kecerdasan sosil dan lainnya, jangan sampe anak kita dibebanin dgn kurusu terus. kasihan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Potensi kecerdasan yang dianugerahkan Tuhan tentu saja tidak hanya intelektual ya, Mas Idris Hasibuan. Makasih ya, Mas, telah berkenan singgah kemari.

      Hapus
  7. Sama Pak. Saya dulu pernah ngajar murit yang waktunya habisnya dengan sekolah dan les ini itu di setiap harinya. Saya jadi merasa kasian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sinilah sesungguhnya orangtua penting untuk menemukan bakat dan minat serta potensi anak ke arah mana ya, Mbak Bunda Erysha.

      Hapus