17/10/18

Menilai Orang Lain

Foto suatu malam di Masjid Rumah Sakit Sardjito,
Yogyakarta.
Di beberapa kali pengajian, ketika ada yang bilang, si A salah, si B ga bener, karena telah begini dan begitu, sang guru berkomentar begini:

Kita ini ibaratnya sama-sama sebagai anak sekolah yang sedang mengerjakan soal-soal ujian. Sebagai sesama peserta ujian, ga perlu bagi kita ikut-ikutan menilai hasil garapan peserta ujian lain. Biar Allah Ta’ala saja yang memberikan penilaian.

Lalu, ada yang bertanya, kalau begitu letak dakwah di mana?

Lho, dakwah itu mengajak untuk berbuat baik dengan cara yang baik. Melarang orang berbuat buruk dengan cara yang baik pula. Bukan menilai-nilai perbuatan orang lain, apalagi menghakimi. Dengan cara begini, kita juga berusaha menyelamatkan hati kita, diri kita. Karena kecenderungan menilai orang lain itu biasanya membuat seseorang lupa untuk menilai dirinya sendiri. Ini berbahaya.

Semoga sepotong cerita ini menginspirasi kita bersama.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

16 komentar:

  1. Betul.
    Jangan suka menghakimi orang lain, apalagi mengata-ngatai orang dengan kata kasar.
    Semua dikembalikan saja ke yang Di Atas.Semua perbuatan dan perkataan ada tanggung jawabnya kepada yang empunya hidup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Himawan Sant, dengan demikian hubungan kita dengan orang lain juga menjadi baik. Nah, berangkat dari hubungan yang baik inilah sesungguhnya dakwah juga bisa berjalan dengan baik.

      Hapus
  2. dakwah itu mengajak untuk berbuat baik dengan cara yang baik, dan aku sangat setuju itu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dakwah adalah hal yang sangat penting dan baik dalam agama. Oleh karena itu, harus pula dilakukan dengan cara yang baik ya, Mas Wiki Pebrianto.

      Hapus
  3. Setuju, kita memang diibaratkan anak sekolah yang sedang mengerjakan soal-soal ujian. Untuk penilaian hasil akhir, biarlah Allah SWT yang berhak :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bila kita ikut-ikut menilai khawatirnya semakin berkembang kesombongan dalam diri ya, Mbak Dwi Susanti.

      Hapus
  4. soal kebiasaan kita ngomongin orang, saya merasa itu karena untuk menutupi aib diri sendiri. biar orang tidak melihat aib saya maka saya obral aib orang lain. juga makan bangkai tetangga memang enak. di banyak kesempatan saya ikut pengajian, yang begini selalu muncul pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kita diberi pertolongan oleh Allah Ta'ala sehingga jauh dari perbuatan suka membicarakan keburukan orang lain ya, Muhammad Affip.

      Hapus
  5. Sesama peserta ujian, mari sibuk memperbaiki diri bukan sibuk menilai orang lain.

    BalasHapus
  6. dakwah itu dengan cara yang baik bukan dengan menghakimi orang lain, menasehati boleh itu pun dengan cara yang baik jua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dengan demikian betapa indahnya dakwah itu ya, Mas.

      Hapus
  7. wuah terima kasih
    inspirasi pagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama ya, Mbak Rhoshandhayani. Semoga bermanfaat.

      Hapus
  8. Hehehe trims untuk inspirasi nya hehw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, sama-sama ya, Mas Ramadani Idaham :)

      Hapus