23/08/18

Jangan Sampai Rugi Gara-Gara Pilpres

Kedaulatan Rakyat,
16 Agustus 2018.
Ajang pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) adalah sebuah ikhtiar dalam kehidupan bernegara untuk memilih pemimpin negeri tercinta ini. Oleh karena itu, sebagai warga negara, marilah kita ikuti proses ini dengan cara yang baik. Jangan sampai kita rugi gara-gara Pilpres. Kerugian ini bisa terjadi karena cara menyikapi kita yang salah terhadap Pilpres.

Di antara kerugian yang bisa terjadi adalah, pertama, rusaknya hubungan persaudaraan. Hal ini bisa terjadi karena kita ikut-ikutan membicarakan kekurangan atau bahkan keburukan pasangan capres yang bukan pilihan kita. Bila hal ini didengar teman atau tetangga yang kebetulan mendukung pasangan capres tersebut, tentu ia akan tidak suka, sakit hati, marah, atau menjelekkan balik pasangan capres yang kita dukung. Sungguh, jangan sampai persaudaraan kita rusak gara-gara ini.


Sebagai orang yang beriman, tentu kita sangat perlu untuk menjaga akhlak yang baik agar persaudaraan dapat terjaga dengan baik pula. Nabi SAW bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Abu Daud dan Imam Ahmad).

Betapa pentingnya akhlak yang baik ini karena terkait erat dengan kesempurnaan keimanan seseorang. Maka, bila kita mendukung pasangan capres, mestinya kita fokus menyampaikan kebaikan berikut programnya dari pasangan capres yang kita dukung; bukan malah menyampaikan kekurangan dari pasangan capres yang tidak kita pilih.

Kedua, ada kerugian yang mengerikan bila kita malah memilih untuk menyampaikan keburukan pasangan capres (dan ini juga belum tentu buruk betulan karena ironisnya kabar buruk yang kita sebarkan justru berasal dari berita hoax atau fitnah), yakni menjadi orang yang bangkrut.

Menurut Nabi SAW, siapakah orang yang bangkrut? Yakni, “Orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakatnya, namun ia pernah mencela orang lain, mencaci orang lain, … maka ia pun memberikan pahala amal baiknya kepada orang-orang itu. Jika pahala amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua, diambillah dosa mereka (orang yang pernah dicaci/disakiti itu) untuk diberikan kepadanya.” (HR Muslim). Na’udzu billahi min dzalik. [] 

Akhmad Muhaimin Azzet SAg
Kabid Pendidikan Yayasan Cinta Qur’an, Yogyakarta,
Ketua Takmir Masjid Al-Muhtadin, Purwomartani, Kalasan, Sleman.

------
*) Tulisan ini dipublikasikan di Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat, Kamis Pon, 16 Agustus 2018, halaman 4.

12 komentar:

  1. Betul.
    Sebaiknya dan alangkah baiknya tetap menomorsatukan berpikir dan bertindak secara bijak dalam menghadapi pemilihan pilpres.

    Jika tidak, hanya perselisihan dan keributan yang didapat.
    Selain mencoreng nama negara dilihat oleh negara lain juga hanya kerugian yang didapat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Himawan, di sinilah penting bagi kita semua untuk bisa adem dalam berpikir dan melapangkan dada.

      Hapus
  2. beda politik itu wajar karna di situlah hak demokrasi, tetapi saling fanatik, menghujat lawan politik itu tidak perlu ...ini bagi yg berakal waras,


    tunggu sebentar lagi, perang hujatan hasutan kebencian antar pendukung parpol di sosmed, saya sih nggak mau ambil pusing cuma bisa nonton sambil duduk manis, ngapain repot repot

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, beda pilihan, beda politik, tentunya ini wajar. Namun, yang tidak dibenarkan adalah saling menghujat, apalagi saling fitnah. Semoga bengsa kita semakin baik, negeri kita semakin menyenangkan.

      Hapus
  3. godaannya luar biasa pak, buka laman pesbuk isinya yang begituan, bahkan dalam banyak kesempatan ngobrol pun juga. hoax benar-benar merusak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sinilah jadinya penting bagi kita untuk bisa benar-benar menyaring mana yang perlu dibaca (dengar) dan mana yang tidak ya, Muhammad Affip.

      Hapus
  4. Benar sekali, Mas.

    Pilpres ini mirip dengan Piala Dunia beberapa waktu lalu. Banyak orang yang jadi bermusuhan karena punya pilihan berbeda.

    Saya memilih tidak membaca status atau artikel yang isinya seperti itu.

    Diri saya sendiri saja punya banyak salah dan dosa, kalau ikutan menghujat atau menjelek-jelekkan orang, catatan dosa saya akan bertambah banyak. Aduh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali, Mbak Sitti Taslimah, untuk apa menghujat, karena ini sesungguhnya ini membuat rusuh hati kita sendiri.

      Hapus
  5. Haha...bukan ranah gua berkomentar politik cckk, gua bisanya konekome nggak jelas aja hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, yang penting nyambung kekancan ya, Mas Ramadani Idaham...

      Hapus
  6. Adem saya membaca tulisan ini, Pak. semoga tetap kondusif masyarakatnya karena seperti yang kita tahu semakin mendekati pilpres semakin memanas masing-masing pendukungnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, Mbak, semoga adem dan nyaman. Pemilu bukan ajang permusuhan, tapi pesta demokrasi yang menyenangkan.

      Hapus