27/01/24

Mengawali Hari, Memohon Rezeki, dengan Shalat Dhuha

Ilustrasi foto: bersama para santri
Rumah Tahfidz Cinta Qur'an,
Perum Purwomartani Baru, Kalasan, Sleman.

Shalat sunnah yang sudah dikenal sebagai shalat untuk memohon rezeki kepada Allah Swt. adalah shalat Dhuha. Dinamakan shalat Dhuha karena shalat ini dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika matahari sudah naik kira-kira setinggi tombak sampai dengan menjelang waktu zhuhur. Apabila diukur dengan waktu Indonesia bagian barat, kira-kira pukul tujuh pagi sampai dengan pukul sebelas siang. Shalat Dhuha dikerjakan dengan dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, atau dua belas rakaat.

Shalat Dhuha disebut sebagai shalat untuk memohon rezeki kepada Allah Swt. berangkat dari sebuah hadits, yakni dari Nu’aim bin Hammar, dari Nabi Saw., beliau bersabda:

“Tuhanmu Yang Mahagagah dan Mahamulia telah berseru, ‘Hai Bani Adam, shalatlah empat rakaat pada awal siang karena Aku. Aku akan mencukupkan engkau pada akhir siang itu.”(HR. Ahmad dan Abu Daud)

Jelas sekali diperintahkan oleh Allah Swt. dalam hadits tersebut kepada sekalian keturunan Adam untuk mengerjakan shalat di awal siang (dhuha) karena Allah; niscaya akan dikaruniai kecukupan pada akhir siang atau pada hari itu.


Shalat dengan Ikhlas, Bukan karena Rezeki

Pembaca yang budiman, ada hal yang mesti kita garisbawahi dalam hadits tersebut, yakni “Shalatlah pada awal siang karena Aku.” Inilah niat utama bagi kita ketika mengerjakan shalat Dhuha, yakni karena Allah Swt. Bukan semata karena rezeki atau harta kekayaan. Hanya karena Allah Swt. Nah, seusai shalat Dhuha, kita ungkapkan permohonan kita agar dikaruniai rezeki yang bertambah dan barakah.

Doa yang kita sampaikan kepada Allah Swt. bisa dalam bahasa ibu yang kita pahami. Silakan berdoa atau memohon kepada Allah Swt. dengan rangkaian doa sesuai dengan apa yang kita harapkan. Atau, bisa juga dengan doa sebagai berikut:

أَللهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَائُكَ, وَ الْبَهَاءَ بَهَاءُكَ, وَ الْجَمَالَ جَمَالُكَ, وَ الْقُوَّةَ قُوَّتُكَ, وَ الْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ, وَ الْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. أَللهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ, وَ إِنْ كَانَ فِي اْلأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ, وَ إِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ, وَ إِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ, وَ إِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ, بَحَقِّ ضُحَائِكَ وَ بَهَاءِكَ وَ جَمَالِكَ وَ قُوَّتِكَ وَ قُدْرَتِكَ آتِنِيْ مَا أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.

Allâhumma inna dhuhâ-a dhuhâ-uka, wal bahâ-a bahâ-uka, wal jamâla jamâluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ‘ishmata ‘ishmatuka. Allâhumma in kâna rizqî fis samâ-i fa anzilhu, wa in kâna fil ardhi fa akhrijhu, wa in kâna mu’siran fa yassirhu, wa in kâna haraman fa thahhirhu, wa in kâna ba’îdan fa qarribhu bi haqqi dhuhâ-ika wa jamâlika wa quwwatika wa qudratika âtinî mâ âtaita ‘ibâdakash shâlihîn.

Artinya:
"Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha itu waktu dhuha-Mu, kebagusan itu kebagusan-Mu, keindahan itu keindahan-Mu, kekuatan itu kekuatan-Mu, kekuasaan itu kekuasaan-Mu, dan perlindungan itu perlindungan-Mu. Ya Allah, jika rezeki hamba masih di langit maka turunkanlah, jika berada di dalam bumi maka keluarkanlah, jika sulit maka mudahkanlah, jika haram maka sucikanlah, jika jauh maka dekatkanlah, berkat waktu dhuha-Mu, kebagusan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepada hamba segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.”

Demikianlah tentang shalat Dhuha. Semoga kita dapat mengerjakan shalat sunnah yang menjadikan kita dikaruniai limpahan rezeki dari Allah Swt. Semoga doa kita dikabulkan sehingga kita dapat bahagia di dunia dan akhirat.

Salam dari Jogja [Akhmad Muhaimin Azzet]

24/10/23

Hidup Sukses dan Bahagia: Isi Hati dan Pikiran dengan Pandangan Positif

Penulis saat diminta mengisi kajian
di masjid Sentra Pendidikan
BRI Yogyakarta.

Mengisi hati dan pikiran dengan pandangan positif sangat besar pengaruhnya dalam mewujudkan kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. Ketika seseorang telah berusaha dan akhirnya gagal, misalnya, tentu langkah berikutnya bagi orang berpandangan positif dan negatif akan berlainan.

Bagi orang yang berpandangan positif akan segera mengevaluasi diri, khususnya dalam menemukan kekurangan mengapa bisa gagal untuk kemudian diperbaiki demi langkah berikutnya. Pandangannya kepada Tuhan juga tetap positif. Aku yakin Tuhan sedang menyiapkanku untuk berhasil bukan pada saat ini, akan tetapi di masa berikutnya dengan keberhasilan yang lebih baik lagi. Demikian ia mantap dalam hati untuk kemudian melangkah dengan bismillah.

Sebaliknya bagi orang yang berpandangan negatif. Ia segera menyimpulkan bahwa tidak mungkin dirinya bisa berhasil. “Nek ora bakat sugih yo ngene iki, masio usaha nganti jungkir walik yo ra bakalan kasil.” (Bila tidak berbakat kaya ya seperti ini, meski usaha sampai jungkir balik ya tidak akan bisa berhasil). Demikian pungkasnya.

Dalam kacamata agama, kita memang harus mengisi hati dan pikiran yang positif. Sebab, Allah Swt. pun akan memberikan sesuatu sesuai dengan sangkaan hamba-Nya. Mengenai hal ini, mari kita perhatikan hadits berikut:

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Aku berada pada sangkaan hamba-Ku. Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya. Dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku mendekat kepadanya satu hasta. Jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat kepadanya satu depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR. Bukhari)

Jika memang nyatanya demikian, yakni Allah sesuai dengan sangkaan hamba-Nya, alangkah ruginya bila kita tidak menyangka yang baik-baik saja. Tinggal menyangka saja kok, sungguh ini tanpa modal, istilahnya. Bila persangkaan yang baik atau pandangan positif akan terbangun, maka Allah akan menganugerahkan ide, memudahkan jalan, memunculkan pendukung, dan seterusnya, sehingga lebih mudah lagi dalam meraih keberhasilan.

Inilah dahsyatnya cara pandang yang positif atau husnuzhan. Pengaruhnya tidak hanya pada kekuatan jiwa saja. Pada tahap selanjutnya hal ini juga berpengaruh pada kesehatan jasmani seseorang. Contoh mudahnya, bila seseorang sudah tidak percaya dengan dokter tertentu, diberi obat apa pun biasanya akan sulit mendapatkan kesembuhan. Namun, bila seseorang sudah mantap dengan dokter tertentu, meski obatnya sama dengan dokter yang sebelumnya ia tidak mantap, bisa jadi pasien tersebut akan mengalami kesembuhan. Oleh karena itu, marilah kita penuhi hati dan pikiran kita dengan pandangan positif dalam menghadapi segala sesuatu agar kita lebih mudah untuk meraih keberhasilan.

Salam dari Jogja [Akhmad Muhaimin Azzet]

06/08/23

Apakah Harta Membuat Kita Mulia?

Penulis waktu diminta mengisi pengajian di
Masjid Al-Falaah, Gang Guru, Mrican, Yogyakarta
.

Pertanyaan sebagaimana dalam judul tersebut penting untuk dijawab agar kita dapat bersikap terhadap harta. Bila jawabnya ternyata harta bisa membuat hidup kita mulia, maka ada semangat untuk memperolehnya sekaligus membawa harta yang diperoleh menuju kemuliaan hidup. Bila jawabnya sebaliknya, maka yang terjadi adalah keburukan, baik cara memperolehnya maupun pemanfaatan setelah mendapatkannya.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia. Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini (kelompok pertama dan kedua) adalah sama. Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak memedulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji. Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan dan membabi buta (seperti kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Sebagaimana kelompok manakah yang kita harapkan. Tentu kita mengharapkan menjadi kelompok yang pertama. Yakni, seorang hamba yang diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya, dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya. Pada kelompok orang yang pertama inilah harta bisa membuat mulia seseorang.

Mulia di sini tentu dalam pandangan Allah Swt. Sebab, bila dalam pandangan manusia, hal yang sesungguhnya bisa saja tertutupi. Misalnya, ada seseorang yang hartanya melimpah, suka memberikan sumbangan kesana-kemari, tapi ternyata di kemudian hari baru terbukti di pengadilan bahwa ia melakukan tindak korupsi. Namun, mulia dalam pandangan Allah Swt. tentu dengan harta seseorang semakin melakukan ketaatan kepada-Nya, ikhlas menyantuni anak yatim, tulus berinfaq untuk banyak kepentingan agama, dan melakukan banyak kebaikan selanjutnya.

Semoga harta yang kita peroleh bisa menjadi jalan bagi kita untuk mendapatkan kemuliaan; tidak hanya mulia di hadapan manusia, tapi lebih penting dari itu adalah mulia di hadapan Allah Swt.

Salam dari Jogja [Akhmad Muhamin Azzet]

30/10/22

Belajar Hidup Bahagia Ala Gus Dur, “Gitu Aja Kok Repot”

Akhmad Muhaimin Azzet, sewaktu mengisi
acara PAC IPNU-IPPNU Kec. Depok.

"Cak, sampean wingi dirasani oleh si anu."

"Alhamdulillaah...."

"Kok alhamdulillah?"

"Berarti aku diperhatikan oleh dia. Misale sampean diperhatikan oleh orang lain, seneng tidak?"

"Tapi, ini beda, Cak. Ini dirasani. Wis... angel ngomong karo sampean, Cak. Angel... angel.... Ora seru."

"😄"


09/09/22

Menjadi Manusia yang Bermanfaat

Akhmad Muhaimin Azzet, ketika
mengisi ngaji di Perum Purwomartani Baru.

Anakku, kata kuncinya adalah bermanfaat bagi orang lain. Menjadi apa saja silakan, yang penting bagaimana hidup ini bermanfaat. Tidak seluruh waktu, tenaga, pikiran, bahkan doa-doa, sehari-hari hanya untuk diri sendiri. Alangkah egoisnya.

Oleh karena itu, bila punya harta ya menjadilah bermanfaat bagi orang lain dengan harta, punya ilmu ya dengan ilmu, punya tenaga ya dengan tenaga, atau setidak-tidaknya diam-diam mendoakan kebaikan untuk orang lain.