![]() |
Penulis waktu diminta mengisi pengajian di Masjid Al-Falaah, Gang Guru, Mrican, Yogyakarta. |
Rasulullah Saw. bersabda:
“Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia. Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini (kelompok pertama dan kedua) adalah sama. Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak memedulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji. Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan dan membabi buta (seperti kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Sebagaimana kelompok manakah yang kita harapkan. Tentu kita mengharapkan menjadi kelompok yang pertama. Yakni, seorang hamba yang diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya, dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya. Pada kelompok orang yang pertama inilah harta bisa membuat mulia seseorang.
Mulia di sini tentu dalam pandangan Allah Swt. Sebab, bila dalam pandangan manusia, hal yang sesungguhnya bisa saja tertutupi. Misalnya, ada seseorang yang hartanya melimpah, suka memberikan sumbangan kesana-kemari, tapi ternyata di kemudian hari baru terbukti di pengadilan bahwa ia melakukan tindak korupsi. Namun, mulia dalam pandangan Allah Swt. tentu dengan harta seseorang semakin melakukan ketaatan kepada-Nya, ikhlas menyantuni anak yatim, tulus berinfaq untuk banyak kepentingan agama, dan melakukan banyak kebaikan selanjutnya.
Semoga harta yang kita peroleh bisa menjadi jalan bagi kita untuk mendapatkan kemuliaan; tidak hanya mulia di hadapan manusia, tapi lebih penting dari itu adalah mulia di hadapan Allah Swt.
Salam dari Jogja [Akhmad Muhamin Azzet]
Wah ... Ternyata hasil korup, cc
BalasHapusNaaaaah.... ternyata ya. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
HapusHarta atau emas permata akan mulia dan serasa berkah jika kita cari dengan cara yang halal, dan juga selalu harus tetap kita sisikan untuk kita amalkan dijalan Allah. S,W,T.
BalasHapusBetul sekali, Bang Jingga Satria. Makasih banyak ya. Semoga sehat selalu.
HapusBekerja dengan ikhlas, redho and lillahi taala, walau ada sedikit harta, atau barangkali yang bayak harta...semoga harta yang kita terima bisa kita gunakan di jalanNya dan menambah kemuliaan, harkat dan martabat kita di hadapanNya, Allah SWT. Amin YRA.
BalasHapusAamiin....
HapusMakasih banyak ya. Semoga senantiasa dalam keberkahan-Nya.
pencerahan yang bermanfaat.....
BalasHapusThank you for sharing
Alhamdulillaah..., terima kasih banyak juga atas kunjungannya ini ya. Salam kreatif selalu dari Jogja.
HapusBekerja keras demi sesuap nasi dan mungkin juga berlian :) tentu wajib mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Jangan sampai terjadi hal2 haram yang kemudian berdampak pada anggota keluarga ih amit2. Terima kasih insight-nya :)
BalasHapusBetul sekali. Makasih banyak yaaa....
Hapusharta cuma 'berharga' ada di dunia sahaja. selepas mati ia tidak membawa sebarang makna...
BalasHapusKecuali harta yang dinfaqkan di jalan-Nya.
Hapus