09/10/25

Kaitan Antara Rezeki dan Bertaubat

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet

Agar rezeki semakin bertambah dan barakah, hendaknya seseorang menempuh jalan taubat kepada Allah SWT. Ini adalah solusi yang sering dianggap aneh oleh sebagian orang. Mereka beranggapan bahwa sama sekali tidak ada kaitan antara bertambahnya rezeki dengan bertaubat. Baiklah, dalam risalah sederhana ini, saya ingin mengajak pembaca untuk memahami bahwa ada kaitan erat antara bertambahnya rezeki dengan taubat. Apalagi, bagi seorang muslim, yang diharapkannya bukan hanya bertambahnya rezeki semata, tetapi juga ada nilai barakah dari Allah SWT.

Dalam hal ini, marilah kita perhatikan hadits Nabi SAW berikut, “Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).

Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, kita menjadi tahu bahwa perbuatan dosa yang dilakukan oleh seseorang bisa menyebabkan rezeki haram baginya. Hadits ini bila dipahami secara apa adanya, kita bisa menjadi bertanya, bukankah di dalam kehidupan dunia ini banyak sekali orang yang masih saja melakukan perbuatan dosa, tetapi rezekinya juga melimpah, bahkan semakin hari semakin saja bertambah kaya.

Saudaraku tercinta, dalam hal ini, kita dapat memahami bahwa rezeki yang dimaksud adalah rezeki yang diridhai-Nya, atau rezeki yang mengandung barakah. Sebab, bisa saja dengan cara menipu seseorang bisa mendapatkan keuntungan materi. Bisa saja seseorang korupsi lantas dia menjadi kaya; rumahnya bagus, mobilnya mewah, dan sebagainya. Tetapi, apakah rezeki yang diperoleh dengan tidak halal itu adalah rezeki yang diridhai-Nya, atau rezeki yang barakah? Tentu saja tidak.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu menyaksikan pemberian Allah dari materi dunia atas perbuatan dosa menurut kehendak-Nya, maka sesungguhnya itu adalah uluran waktu dan penangguhan tempo belaka.” Kemudian Rasulullah SAW membaca firman Allah SWT dalam surat al-An’aam ayat 44: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Sudah barang tentu, kita semua berharap agar rezeki yang kita terima adalah rezeki yang barakah. Untuk apa rezeki kita semakin melimpah, tapi kita jauh dari kebahagiaan yang sesungguhnya, yakni bahagia karena kita mendapat ridha-Nya. Bukankah rezeki yang kita peroleh di dunia, kita juga berharap agar bisa menjadi sarana untuk menggapai kebahagiaan di akhirat. Maka, jalan taubat adalah jalan yang mesti kita tempuh. Memohon ampun kepada Allah SWT adalah jalan yang harus kita lalui agar kita mendapatkan rahmat dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

23/09/25

Kesalahan Sepenuh Langit dan Bumi

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi pengajian
di Himpura, Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.

Sebesar apa pun dosa yang pernah dilakukan oleh seseorang, Allah SWT tidak akan memedulikannya lagi, asal ia datang dengan bertaubat kepada-Nya, Allah akan menerima taubatnya dan memberikan ampunan. Asalkan ia datang dengan sepenuh hati untuk bertaubat dan tidak dalam keadaan berbuat syirik.

Dari Anas bin Malik RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Allah SWT berfirman, ‘Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tidak akan memedulikannya lagi. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi seluruh langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik dengan apa pun niscaya Aku akan datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi).

Maka, jangan pernah berputus asa terhadap rahmat Allah SWT jika kita mau bertaubat kepada-Nya. Bahkan, seandainya kita datang untuk memohon ampunan dengan kesalahan sepenuh bumi, maka Allah SWT akan berkenan memberikan pengampunan. Sekali lagi, jangan pernah berputus asa terhadap rahmat-Nya.

Allah SWT berfirman, “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. az-Zumar: 53).

Sesungguhnya Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa semuanya, kecuali syirik. Dalam hal ini, mari kita perhatikan firman Allah SWT berikut:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisaa’: 48).

Mengapa syirik dianggap sebagai dosa yang paling besar, sehingga Allah tidak berkenan mengampuninya? Karena syirik atau menyekutukan Allah SWT bertentangan dengan ajaran mendasar di dalam Islam, yakni tauhid. Sungguh, syirik itu bisa menggugurkan keimanan seseorang; yang semestinya ia meyakini bahwa Allah SWT itu Maha Esa, ternyata malah mengadakan sekutu selain-Nya. Esensi dari ajaran Islam adalah memurnikan keesaan Allah SWT, sedangkan syirik merusak yang esensi itu. Maka, dapat dipahami jika syirik dianggap dosa yang paling besar dan Allah tidak berkenan mengampuninya.

Lantas, timbul pertanyaan di sini, bagaimana jika seseorang yang pernah melakukan dosa syirik dan dia ingin bertaubat kepada Allah SWT? Menurut sebagian ulama tafsir, dosa syirik yang tidak diampuni oleh Allah adalah kesyirikan yang dilakukan oleh seseorang sampai ia meninggal dunia. Artinya, sampai meninggal dunia, ia belum sempat bertaubat kepada Allah SWT.

Duhai, Saudaraku tercinta, pintu taubat Allah SWT tak pernah tertutup bagi seseorang yang ingin bertaubat kepada-Nya; selama nyawa belum sampai di tenggorokan atau pada saat ajal telah menjemputnya, selama matahari belum terbit dari barat atau hari kiamat. Sungguh, Allah SWT adalah satu-satunya Dzat Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Sebagaimana firman-Nya berikut:

“…Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujuraat: 12).

Dengan demikian, marilah menjadi hamba yang bertaubat kepada-Nya dengan taubat yang sebenar-benarnya, kemudian kita tebus kesalahan yang sudah telanjur terjadi dengan memperbanyak amal shalih.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

14/09/25

Seberapa Besar Dosa, Allah Mau Menerima Taubat Kita

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, sewaktu mengisi
pengajian di masjid depan rumah Pak Mahfud MD.

Barang siapa menginginkan hidupnya di dunia bahagia, bahagia pula di kehidupan yang abadi di akhirat kelak, bersegeralah bertaubat kepada Allah Swt.

Tidak ada alasan lagi bahwa dosa di masa lalu terlalu besar. Tak ada alasan lagi bahwa saat ini diri masih berkubang lumpur maksiat. Dan, tak ada alasan untuk menunda lagi. Sebab, siapakah yang tahu bahwa jatah usia yang diberikan Allah kepadanya lebih lama lagi? Untuk itu, mari segera memohon ampun kepada-Nya dan bertaubat dengan kesungguhan hati.

Ada sebuah hadits Nabi Saw. yang kita dapat mengambil pelajaran berharga darinya, yakni dari Abu Said al-Khudri Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Di antara umat sebelum kamu sekalian terdapat seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Lalu, dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling berilmu, kemudian dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Dia pun mendatangi pendeta tersebut dan mengatakan bahwa dia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah taubatnya akan diterima?

“Pendeta itu menjawab, ‘Tidak!’

“Lalu, dibunuhnyalah pendeta itu sehingga melengkapi seratus pembunuhan. Kemudian dia bertanya lagi tentang penduduk bumi yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang alim yang segera dikatakan kepadanya bahwa ia telah membunuh seratus jiwa, apakah taubatnya akan diterima?

“Orang alim itu menjawab, ‘Ya, dan siapakah yang dapat menghalangi taubat seseorang! Pergilah ke negeri Anu dan Anu karena di sana terdapat kaum yang selalu beribadah kepada Allah, lalu sembahlah Allah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu karena negerimu itu negeri yang penuh dengan kejahatan!’

“Orang itu pun kemudian berangkat. Pada saat ia telah mencapai setengah perjalanan, datanglah maut menjemputnya. Lalu, berselisihlah Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab mengenainya.

“Malaikat Rahmat berkata, ‘Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadap sepenuh hati kepada Allah.’

“Sementara Malaikat Azab berkata, ‘Dia belum pernah melakukan satu perbuatan baik pun.’

“Lalu, datanglah seorang malaikat yang menjelma sebagai manusia menghampiri mereka yang segera mereka angkat sebagai penengah.

“Ia berkata, ‘Ukurlah jarak antara dua negeri itu, ke negeri mana ia lebih dekat, maka ia menjadi miliknya.’

“Lalu, mereka pun mengukurnya dan mendapatkan orang itu lebih dekat ke negeri yang akan dituju, sehingga diambillah ia oleh Malaikat Rahmat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, kita menjadi lebih mengetahui bahwa betapa Allah Swt. Maha Pengampun terhadap hamba-Nya yang bertaubat. Sebesar apa pun dosa yang pernah kita lakukan, mari segera bertaubat kepada-Nya. Sungguh, Allah Swt. Maha Pengampun dan Penerima taubat.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

02/09/25

Allah SWT Senang Menerima Taubat Hamba-Nya

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi kajian
bersama guru-guru SDIT Salsabila Yogyakarta.

Kadang kala ada seseorang yang karena telah melakukan banyak perbuatan dosa, ia merasa bahwa Allah tak mungkin mengampuni dosa-dosanya. Sebenarnya, di saat-saat tertentu hati nuraninya memberontak ingin mengakhiri perbuatan maksiatnya. Jiwanya yang fitrah telah mengalami kelelahan yang luar biasa. Namun, karena anggapan bahwa dirinya sudah telanjur masuk ke dalam lumpur dosa yang terlalu dalam, ia merasa sudah terlalu kotor, akhirnya ia memutuskan untuk tidak perlu bertaubat. Ia beranggapan bahwa dosanya terlalu besar dan tak mungkin diampuni. Maka, ia merasa percuma bila bertaubat.

Menghadapi orang yang semacam ini, sungguh izinkan saya berbisik lembut di dekat telinganya, bahwa Allah Ta’ala senang atau gembira menerima taubat hamba-Nya. Dalam hal ini, ini ada sebuah hadits shahih dari Abu Hamzah Anas bin Malik al-Anshari, berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya Allah gembira menerima taubat hamba-Nya, melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian ketika menemukan kembali untanya yang hilang di padang yang luas.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Saudaraku tercinta, coba Anda bayangkan, dalam sebuah perjalanan yang jauh di sebuah padang yang luas, Anda membawa sebuah kendaraan unta. Oleh karena suatu hal, unta itu berlari meninggalkan Anda, lantas hilang entah ke mana. Padahal, di punggung unta itu terdapat bekal perjalanan Anda, termasuk makanan dan minuman. Anda kelelahan mengejar dan mencarinya, sehingga Anda terduduk di bawah sebuah pohon dengan hati yang benar-benar putus asa untuk menemukan kembali unta kendaraan Anda. Lalu, Anda tertidur.

Ketika Anda bangun dari tidur, membuka pelan-pelan mata Anda, dan yang pertama kali Anda lihat di depan Anda adalah unta kendaraan Anda lengkap dengan perbekalan Anda yang tiba-tiba sudah kembali. Bagaimana perasaan Anda? Sudah barang tentu, Anda sangat senang atau gembira sekali. Dalam hadits tersebut, Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa Allah Swt. gembira menerima taubat hamba-Nya; melebihi kegembiraan sebagaimana Anda saat menemukan unta kendaraan Anda kembali.

Jika memang demikian adanya, sungguh tidak ada alasan lagi bagi seseorang yang merasa telah banyak berbuat dosa untuk takut tidak diterima taubat kepada-Nya. Betapa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya. Bahkan, rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya. Dalam hal ini, marilah kita renungkan sebuah hadits yang diceritakan oleh Abdan, dari Abu Hamzah, dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah Ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda:

“Setelah Allah menciptakan seluruh makhluk, Dia menulis dalam Kitab-Nya, Dia menuliskan (ketetapan) atas diri-Nya dan Kitab itu diletakkan di sisi-Nya di atas ‘Arsy (yaitu): ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemarahan-Ku.” (HR. Bukhari).

Berdasarkan hadits tersebut, semestinya kita segera memantapkan hati untuk senantiasa bertaubat kepada-Nya. Bukan malah sebaliknya, dengan dalih bahwa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya, malah tidak segera bertaubat kepada-Nya. Sungguh, ini adalah kesalahan yang sangat fatal. Sebab, siapakah yang bisa menjamin di waktu ke depan masihkah ada kesempatan bagi kita bertaubat bila ajal tiba-tiba menjelang?

Maka, marilah segera kita menuju kegembiraan Allah Swt. bila hamba-Nya bertaubat atas segala kesalahan yang telanjur terjadi. Marilah menjadi hamba yang tidak berlama-lama dalam gelimang dosa, dan segera menuju hidup yang penuh kebahagiaan dalam ridha-Nya.

Al-Faqir ila Rahmatillah,
Akhmad Muhaimin Azzet

31/08/25

Kesempatan Bertaubat

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah merentangkan tangan-Nya pada malam hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada siang hari dan merentangkan tangan-Nya pada siang hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada malam hari, sampai kelak matahari terbit dari barat (hari kiamat).” (HR. Muslim).

Betapa Allah Swt. teramat sayang kepada kita. Ketika langkah terpeleset dan telanjur melakukan perbuatan dosa, kita masih diberi kesempatan bertaubat oleh-Nya. Namun, sayang sekali, tidak jarang di antara kita tidak pandai memanfaatkan kesempatan baik yang diberikan oleh Allah Swt. tersebut.

Kebanyakan dari kita ketika melakukan dosa tidak segera menyadari kesalahan dan bertaubat. Seakan kita meyakini bahwa usia kita masih panjang dan masih banyak kesempatan untuk mohon ampun dan memperbaiki diri. Padahal, satu pun di antara kita tidak ada yang mengetahui apakah besok pagi, atau nanti malam, atau bahkan semenit ke depan kita masih diberi jatah hidup oleh Allah atau mesti berakhir dengan datangnya Malaikat Maut kepada kita.

Sungguh, bila maut telah datang, satu pun di antara kita tidak ada yang mampu memajukan atau mengundurkan waktunya. Dalam hal ini, marilah kita perhatikan firman Allah Swt. sebagai berikut:

“…Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (QS. Yunus: 49).

Maka, alangkah ruginya bila waktu yang masih kita punyai ini tidak kita gunakan untuk memohon ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Mumpung nyawa masih dikandung badan. Bila nyawa sudah sampai di tenggorokan, yakni pada saat dicabut oleh Malaikat Izrail, maka sia-sialah taubat kita. Sungguh, alangkah menyesal dan ruginya bila menjadi orang yang tidak diterima taubatnya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai ke tenggorokan.” (HR. Ahmad).

Saudaraku, semoga dengan pembahasan sederhana ini, kita semakin memahami dan menyadari bahwa memohon ampunan dan bertaubat tidak mesti hanya kita lakukan seusai berbuat dosa besar semata. Meski kita sudah tidak melakukan dosa besar (semoga), kita pun harus selalu memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah Swt. dari dosa-dosa kecil, dan seterusnya. Dengan demikian, semoga kehidupan kita senantiasa dalam rahmat-Nya.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet