31/08/25

Kesempatan Bertaubat

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah merentangkan tangan-Nya pada malam hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada siang hari dan merentangkan tangan-Nya pada siang hari memberi kesempatan taubat bagi pelaku kesalahan pada malam hari, sampai kelak matahari terbit dari barat (hari kiamat).” (HR. Muslim).

Betapa Allah Swt. teramat sayang kepada kita. Ketika langkah terpeleset dan telanjur melakukan perbuatan dosa, kita masih diberi kesempatan bertaubat oleh-Nya. Namun, sayang sekali, tidak jarang di antara kita tidak pandai memanfaatkan kesempatan baik yang diberikan oleh Allah Swt. tersebut.

Kebanyakan dari kita ketika melakukan dosa tidak segera menyadari kesalahan dan bertaubat. Seakan kita meyakini bahwa usia kita masih panjang dan masih banyak kesempatan untuk mohon ampun dan memperbaiki diri. Padahal, satu pun di antara kita tidak ada yang mengetahui apakah besok pagi, atau nanti malam, atau bahkan semenit ke depan kita masih diberi jatah hidup oleh Allah atau mesti berakhir dengan datangnya Malaikat Maut kepada kita.

Sungguh, bila maut telah datang, satu pun di antara kita tidak ada yang mampu memajukan atau mengundurkan waktunya. Dalam hal ini, marilah kita perhatikan firman Allah Swt. sebagai berikut:

“…Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (QS. Yunus: 49).

Maka, alangkah ruginya bila waktu yang masih kita punyai ini tidak kita gunakan untuk memohon ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Mumpung nyawa masih dikandung badan. Bila nyawa sudah sampai di tenggorokan, yakni pada saat dicabut oleh Malaikat Izrail, maka sia-sialah taubat kita. Sungguh, alangkah menyesal dan ruginya bila menjadi orang yang tidak diterima taubatnya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai ke tenggorokan.” (HR. Ahmad).

Saudaraku, semoga dengan pembahasan sederhana ini, kita semakin memahami dan menyadari bahwa memohon ampunan dan bertaubat tidak mesti hanya kita lakukan seusai berbuat dosa besar semata. Meski kita sudah tidak melakukan dosa besar (semoga), kita pun harus selalu memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah Swt. dari dosa-dosa kecil, dan seterusnya. Dengan demikian, semoga kehidupan kita senantiasa dalam rahmat-Nya.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

29/08/25

Agar Khutbah Jum’at Nyaman bagi Jamaah

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet

Ada dua kalimat yang saya hindari ketika saya diminta khutbah Jum'at. Ini bukan pertimbangan fiqh, tapi murni alasan pribadi. Jadi, hanya berlaku bagi saya pribadi. Tidak berlaku untuk saya menilai khatib lain. Sama sekali bukan.

Pertama, kalimat "hadirin yang berbahagia". Kenapa? Dulu ketika masih kuliah, di sebuah masjid saat mendengarkan khutbah, khatib berkata "hadirin yang berbahagia", orang di sebelahku berkata sendiri dengan kata yang mohon maaf agak kasar, "Bahagia mbahmu, hidup susah gini dibilang bahagia."

Kedua, kalimat "demikian khutbah singkat ini". Pernah juga saya mendengar seseorang mengomentari seorang khatib berkata seperti itu, "khutbah panjang dan lama gitu kok dibilang singkat." Meski saya berusaha khutbah tidak lama, tapi berusaha menghindari kalimat tersebut. Sebab, bisa saja menurut saya singkat, tapi menurut yang mendengarkan lama, hehe.

Sekali lagi, apa yang saya lakukan ini bersifat pribadi. Khatib lain berkata seperti tersebut tentu saya pribadi tidak ada masalah 😊🙏👍

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

16/06/25

Kunci Penting Keluarga Bahagia

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, di sebuah acara
resepsi pernikahan di gedung Pamungkas Yogyakarta.

Membangun keluarga yang bahagia adalah dambaan bagi setiap orang yang menikah. Bagi keluarga muslim, kebahagiaan yang ingin diraih adalah keluarga yang sakinah penuh mawaddah warahmah. Harapan inilah yang sering dijadikan doa seusai akad nikah dan atau saat resepsi pernikahan. Sebuah keluarga yang penuh barakah dari Allah Swt.

Apakah setiap pasangan yang menikah mampu membangun keluarga yang bahagia? Apakah setiap keluarga muslim mampu membangun keluarga yang sakinah penuh dengan mawaddah warahmah? Ternyata, tidak semua keluarga mampu meraih harapan tersebut.

Lalu, bagaimana caranya agar setiap keluarga muslim mampu membangun keluarga yang penuh barakah dari Allah Swt.

Kunci pentingnya adalah bagaimana setiap pribadi dalam keluarga menjadi muslim yang benar-benar taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab, kebahagiaan sesungguhnya yang ingin diraih oleh seorang muslim adalah bahagia di dunia dan akhirat.

Apabila ada keluarga yang tampaknya bahagia dengan rumah yang bagus, kendaraan yang mewah, dan anak-anak yang berprestasi di sekolah. Namun, shalat fardhu sering ditinggalkan atau malah sama sekali tidak dilakukan, tak pernah terdengar bacaan al-Qur’an di rumahnya, anggota keluarga tak mengenal mana yang halal dan mana yang haram, apalagi puasa sunnah, apalagi shalat malam. Apakah keluarga yang seperti ini termasuk keluarga yang bahagia? Sama sekali tidak.

Semoga keluarga kita termasuk keluarga yang bahagia dalam arti yang sesungguhnya. Bahagia dalam ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Allaahumma aamiin

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

11/05/25

Rezeki itu Sudah Tertakar, Tak Mungkin Tertukar

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet,
sedang di studio PRO 2 RRI Yogyakarta.

Rezeki itu sudah tertakar. Tak mungkin tertukar. Maka, hilangkan perasaan ia dapat segitu, kok aku segini. Perasaan seperti itu membuat kita terus merasa kurang, jauh dari syukur. Bila demikian, hidup adanya gelisah, nelangsa, tidak bahagia. Kasihan.

Padahal, hidup di dunia ini berapa lama, sih? Paling banter sembilan puluh atau seratus tahun. Kalo tidak bahagia itu kan eman-eman. Oleh karena itu, mari menjadi hamba yang bersyukur. Badan sehat, alhamdulillah. Masih diberi kesempatan hidup, alhamdulillah. Diberi anugerah bisa beribadah, alhamdulillah. Banyak alasan untuk kita bisa bersyukur. Dan ini menjadikan hati kita bahagia.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

07/04/25

Tawakkal

Penulis, saat mengisi kajian
di Masjid Al-Mujahidin.

Allah Swt. berfirman:

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ

“Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)

Tawakkal merupakan sikap percaya sepenuhnya kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan. Percaya penuh kepada Allah yang mengatur semuanya. Sikap hati yang demikian menghilangkan rasa khawatir atau cemas. Ini adalah amal hati. Artinya, secara lahir kita berusaha maksimal, secara hati losss… pasrah kepada Allah.

Sikap yang demikian akan melahirkan akibat (1) bila berhasil maka bersyukur banget karena kita merasa ini adalah anugerah dari Allah, bukan karena semata usaha kita; (2) bila gagal maka bersabar, ridha, dan berusaha mengambil hikmahnya karena Allah itu Maha Baik, sama sekali tidak mungkin menakdirkan yang tidak baik untuk hamba-Nya.

Dengan demikian, tawakkal membuat kita tetap tenang dan bahagia. Lebih dari itu, sebagaimana firman-Nya, Allah akan mencukupkan (keperluan) kita. Alhamdulillaah... Betapa beruntungnya bila kita tawakkal kepada Allah Swt.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet